Lagi, Pengamat Bongkar Potret Buram ‘Pentahelix’ di Bidang SDA PUPR Karawang

KARAWANG, MPI Pengamat kebijakan pemerintahan sekaligus Ketua DPC Peradi Karawang, Asep Agustian, S.H., M.H., kembali melontarkan kritik keras terhadap Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Karawang, khususnya di Bidang Sumber Daya Air (SDA). Ia menilai, konsep “Pentahelix” yang sempat digembar-gemborkan pejabat bidang tersebut sebagai bentuk kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media, justru kini tampak buram di lapangan.

Sorotan tajam Asep Agustian — yang akrab disapa Askun — tertuju pada proyek pembangunan drainase di Jalan Puri Telukjambe, Kecamatan Telukjambe Timur, dengan nilai anggaran sekitar Rp1,4 miliar yang dikerjakan oleh CV Trisula Wijaya. Menurutnya, proyek tersebut terindikasi kuat dikerjakan asal jadi dan tidak sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK).

“Pelaksanaannya tetap berjalan meski lokasi proyek masih tergenang air. Ini jelas tidak sesuai standar teknis. Coba tanyakan ke Kabid ‘Pentahelix’ alias Kabid SDA, karena istilah pentahelix itu pertama kali keluar dari mulutnya,” tegas Askun, Senin (3/11/2025).

Lebih lanjut, Askun menyindir keras klaim Kabid SDA yang dalam pemberitaan media sebelumnya sempat menyatakan bahwa di bawah kepemimpinannya Bidang SDA “bersih” dari praktik kotor.

“Dia bilang Bidang SDA di bawah kepemimpinannya bersih. Ya, memang bersih — bersih segalanya!” ucap Askun dengan nada sarkastik. “Ucapan seperti itu akan menjadi bumerang. Ada pepatah, ucapanmu adalah harimaumu. Jangan sampai termakan ucapan sendiri.”

Menurut Askun, klaim bersih seharusnya datang dari pihak lain, bukan diucapkan oleh pejabat yang bersangkutan. “Kalau memang merasa bersih, biarlah orang lain yang menilai. Faktanya, saya lihat sendiri proyek drainase di Puri dikerjakan dalam kondisi banjir. Lalu pasir di lokasi itu untuk apa fungsinya? Ini harus dijelaskan,” ujarnya menegaskan.

Selain proyek drainase di Telukjambe Timur, Askun juga menyoroti proyek sabuk pantai yang dinilai lamban dan terindikasi tidak akan rampung hingga akhir tahun 2025, padahal menyerap anggaran hampir Rp1 miliar. Kedua proyek tersebut, menurutnya, memperlihatkan wajah buram dari pelaksanaan konsep pentahelix yang kerap digaungkan.

“Waktu ditanya soal lingkaran setan, dia jawab dengan konsep pentahelix. Sekarang saya tanya, di mana unsur-unsur pentahelix itu saat proyek berjalan amburadul? Saya akan terus mengkritisi, karena apa yang dia ucapkan harus bisa dipertanggungjawabkan. Jangan hanya pintar bicara konsep, tapi lemah dalam implementasi,” sindirnya tajam.

Dengan semakin banyaknya proyek bermasalah di lingkungan PUPR Karawang, Askun mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera turun tangan. Ia meminta penyelidikan dilakukan secara menyeluruh terhadap indikasi pelanggaran teknis dan administratif di Bidang SDA, termasuk kejelasan penggunaan dana dan kualitas hasil pekerjaan.

“APH jangan diam. Kalau proyek itu benar, tunjukkan di mana letak benarnya. Tapi kalau tidak benar, ungkap di mana letak salahnya. Kalau APH tidak berani menyelidiki, patut dipertanyakan: ada hubungan apa antara APH dengan Kabid ‘Pentahelix’ ini?” tegasnya.

Askun juga menyinggung bahwa Kabid SDA yang dimaksud diketahui memiliki gelar akademik tinggi, bahkan disebut-sebut lulusan S2 dan S3 dari perguruan tinggi luar negeri, namun hal itu tidak lantas menjamin kualitas kinerja di lapangan.

“Sekalipun dia lulusan luar negeri, bukan berarti kebal kritik. Pertanggungjawabkan ucapanmu. Saya tidak akan diam. Mata saya, telinga saya, kaki tangan saya, dan otak saya semuanya akan bekerja mencari kebenaran sampai kapan pun,” pungkasnya tegas.

 

Red

error: Content is protected !!